Selasa, 24 Mei 2011

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PERAN PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG SERUNI RSUD. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2010

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang


    Rumah sakit adalah sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pelayanan yang ada di Rumah Sakit adalah pelayanan pengobatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas diri (Tjandra, 2003).

    Sebagian besar pasien beranggapan bahwa operasi merupakan pengalaman yang menakutkan. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila pasien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Setiap pasien pernah mengalami periode cemas, apalagi yang akan menjalani operasi. Kecemasan merupakan gejala klinis yang terlihat pada pasien dengan penatalaksanaan medis. Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat mengganggu proses penyembuhan, untuk itu pasien yang akan menjalani operasi harus diberi pendidikan kesehatan untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan (Carbonel, 2002).

    Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum di alami oleh pasien yang dirawat dirumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan. Pembahasan tentang reaksi – reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian besar berfokus pada persiapan pembedahan dan proses penyembuhan (Dewi wijayanti, 2006).

    Berdasarkan data WHO (2007), Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 oktober 2003 dan 30 september 2006, Dari, 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami kecemasan.

    Berdasarkan data dari RSUD Sragen Wijaya Kusuma, didapatkan bahwa 10% dari pasien yang akan menjalani pembedahan, terjadi penundaan proses operasi karena peningkatan kecemasan. Kecemasan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah (RSUD Sragen, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh makmur et.al (2007) tentang tingkat kecemasan pre operasi bahwa dari 40 orang responden dalam tingkat kecemasan berat sebanyak 7 orang (17,5%), 16 orang (40%) yang memilki tingkat kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang (37,5%) dalam kategori ringan dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 2 orang (5%). Hasil penelitian di Rumah Sakit Ortopedi Prof Dr. R. Soeharso tahun 2008 dari 3827 pasien yang mengalami pembedahan sekitar (2%) mengalami kecemasan (Makmur, 2007).

    Kecemasan pre operasi dapat dipengaruhi dari beberapa faktor antara lain adalah faktor biologis yang terjadi akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan naiknya system tonus saraf simpatis, dan faktor psikologis yang dapat terjadi akibat implus-implus bawah sadar yang masuk kealam sadar seperti tidak didampingi oleh orang tua, suami, anak ataupun keluarga yang lain, Selain itu faktor pendidikan pasien juga dapat mempengaruhi kecemasan yaitu tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya dukungan dari perawat (Sadock dan Kaplan, 1998).

    Pendidikan dapat mempengaruhi seorang termasuk juga prilaku seseorang akan kepatuhannya, terutama dalam motivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan hidup sehat (Notoatmojo, 2002).

    Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien, mempunyai kewajiban membantu pasien mempersiapkan fisik dan mental untuk menghadapi operasi, termasuk dalam pemberian pendidikan kesehatan, maka memerlukan keterampilan komunikasi yang baik. Sikap dan tingkah laku perawat membantu menumbuhkan rasa kepercayaan pasien. Salah satu cara melakukan hal ini ialah dengan mencurahkan perhatian sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya dalam merawat pasien. Perawat harus mau mendengarkan semua keluhan pribadi pasien (Widodo, 1999).

    Peran perawat sangat penting dalam penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Peran perawat sangat penting untuk memberikan suport atau dukungan dan penyuluhan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi ( Kuntjoro, 2002 ).

    Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan pasien. Peran perawat dalam upaya penyembuhan klien menjadi sangat penting. Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien. Termasuk salah satunya dalam mengendalikan kebutuhan emosi diri pasien terutama pasien pre operasi dan post operasi. (Ibrahim, 2006).

    Berdasarkan hasil pengumpulan data di RSUD M.Yunus Bengkulu, pada tahun 2007 terdapat 4449 pasien yang mengalami pembedahan, yang dirawat 2154 pasien, dengan rincian sembuh 2259 dan 36 pasien meninggal (15%) dilakukan penundaan karena peningkatan kecemasan. Kecemasan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah, sehingga tindakan anestesi atau pembedahan ditunda. Pasien yang akan menjalani operasi besar dianjurkan untuk minimal masuk rumah sakit 12 jam sebelum pre operasi dilaksanakan dan operasi kecil 6 jam sebelum dilaksanakan. Tujuan agar persiapan yang dilakukan dapat sebaik mungkin (RSUD M. Yunus Bengkulu, 2008).

    Sementara dari pengumpulan data awal diruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu didapatkan data 2008 sebanyak 1033 dan data 2009 dari januari sampai tanggal Desember sebanyak 786 orang yang melakukan operasi. Berdasarkan hasil observasi dengan teknik wawancara selama tiga hari di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu didapatkan data bahwa dari 15 pasien yang akan melakukan operasi 5 orang yang mengalami kecemasan berat dengan ciri-ciri muka merah, nafas pendek, gelisah, susah tidur, sering buang air kecil, gemetar sehingga dapat menghambat proses operasi. Dari 5 orang yang mengalami kecemasan berat tersebut mempunyai pendidikan SMA kebawah dan kurang mendapatkan penkes dari perawat. Untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien tersebut keluarga dan perawat harus lebih banyak memberikan dukungan salah satunya yaitu selalu berada dekat pasien, memotivasi pasien untuk memberi keyakinan bahwa operasi dapat berjalan dengan lancar.

    Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan pendidikan pasien dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.

  2. Rumusan masalah

    Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, masalah penelitian ini adalah masih tingginya tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSUD M. Yunus Bengkulu. Sedangkan rumusan masalah penelitian ini adalah "apakah ada hubungan pendidikan pasien dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu".

  3. Tujuan penelitian
    1. Tujuan umum

      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada Hubungan antara pendidikan dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.

    2. Tujuan Khusus
      1. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan pada pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu..
      2. Mengetahui gambaran peran perawat di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.
      3. Mengetahui tingkat Kecemasan pasien pre operasi di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
      4. Mengetahui hubungan pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.
      5. Mengetahui hubungan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M.Yunus Bengkulu.
  4. Manfaat penelitian
    1. Bagi Akademik

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi perpustakaan. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

    1. Bagi Rumah sakit

    Hasil penelitaan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para tenaga kesehatan khususnya pada perawat di ruang seruni dan ruangan yang lain. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di bidang kesehatan.


     


     

    1. Bagi Peneliti Lain

    Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai masukan atau informasi bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian dengan variabel-variabel yang lain.

    1. Bagi Masyarakat

    Dapat memperoleh pelayanan yang lebih baik terutama yang mengalami ketakutan, kecemasan, atau depresi dalam menghadapi pembedahan.

  5. Keaslian penelitian

    Sebagai bahan perbandingan penelitian serupa pernah diteliti oleh :

    1. Agri Maha Tirani dengan judul penelitian "Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan pada pasien pre operasi di RSUD. M. Yunus Bengkulu".
    2. Rinda Lesti Sentia dengan judul penelitian " Hubungan Tingkat Pendidikan dan Umur Kehamilan dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Primigravida di Rumah Bersalin YKWP Desa Kangkung Kabupaten Demak.Adapun perbedaan antara karya tulis ini dengan karya tulis tersebut adalah pada variabel, rancangan dan waktu penelitian.
    3. Elika dengan judul penelitian " Hubungan peran perawat dan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu. Adapun perbedaan antara karya tulis ini dengan karya tulis di atas adalah pada variabel, rancangan dan waktu penelitian.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


 

  1. Konsep Kecemasan
    1. Pengertian

      Cemas adalah keadaan emosi individu yang berkaitan dengan perasaan yang tak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki subyek yang spesifik, kondisi ini dialami secara subyektif (yang hanya dirasakan individu tersebut) dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuard and Sundeen, 1998).

      Kecemasan adalah Suatu kondisi yang menyangkut terminologi kesehatan jiwa dengan suatu kondisi was-was, perut terasa kosong, nafas sesak dan dada terasa nyeri (Ayub Sani, 2007).

      Kecemasan merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu gangguan kecemasan, gangguan cemas menyeluruh (Generalized anxiety disorder/GAD), gangguan panik, gangguan phobik dan gangguan obsesif-kompulsif (Dadang Hawari, 2006).

      Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Siti Sundari, 2005) Jadi, Kecemasan adalah suatu keadaan dimana psikologis seseorang berada pada ketakutan dalam menghadapi masalah yang ada pada dirinya.

  2. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan
    1. Faktor Biologis

      Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonomi yang berlebihan dengan naiknya sistem tonus saraf simpatis.

    2. Psikologis

      Ditinjau dari aspek psikoanalisa, kecemasan dapat muncul akibat implus-implus bawah sadar (misalnya : sex, ancaman) yang masuk kealam sadar. Mekanisme pembelaan ego yang tidak sepenuhnya berhasil juga dapat menimbulkan kecemasan yang mengambang, Reaksi pergeseran yang dapat mengakibatkan reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan yang bersifat subyektif atas adanya bahaya yang tidak dikenali sumbernya.

    3. Sosial

      Kecemasan yang timbul akibat hubungan interpersonal dimana individu menerima suatu keadan yang menurutnya tidak disukai oleh orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya (Sadock dan Kaplan, 1998).

        Selain itu faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan menurut Soewandi (1998) antara lain :

    1. Potensi stressor

      Suatu keadaan yang menyebabkan perubahan dalam individu, sehingga individu harus melakukan penyesuaian diri (adaptasi).

    2. Tingkat pendidikan

      Status pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Kecemasan bisa terjadi pada individu yang tingkat pendidikannya rendah disebabkan karena kurangnya informasi yang didapat individu tersebut.

    3. Sosial budaya

      Individu yang tidak bersosialisasi dengan masyarakat lebih mudah mengalami kecemasan.

    4. Ekonomi

      Seseorang yang memiliki pendapatan rendah lebih mudah mengalami kecemasan, dibandingkan dengan orang yang memiliki pendapatan tinggi.

    5. Keadaan fisik

      Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cacat badan, sakit, operasi, penyakit, lebih mudah mengalami kecemasan. Disamping itu kelelahan fisik (lemah, letih, lesu) lebih mudah megalami kecemasan.

    6. Lingkungan

      Lingkungan sangat berpengaruh pada kecemasan seseorang, dimana lingkungan yang tidak kondusif berpotensial besar terhadap kecemasan yang dialami seseorang, begitu juga sebaliknya jika lingkungannya kondusif mempercepat penyembuhan seseorang.


       


       

    7. Umur

      Umur ikut menentukan kecemasan, biasanya kecemasan sering dialami oleh usia muda.

    8. Jenis kelamin

      Kecemasan lebih banyak dialami wanita, dibandingkan dengan pria.

  3. Gejala – gejala Kecemasan

    Keadaan cemas mempunyai gejala-gejala somatik atau fisik dan gejala psikologis atau mental. Gejala-gejala tersebut antara lain: Iritabilitas, hiperaktifitas, energi menurun, kebingungan, nadi cepat, hiperventilasi, sulit tidur, muntah-muntah, nyeri pada gastro intestinal, sering buang air besar atau kecil, gangguan kulit, gangguan muskulo skeletal, berkeringat, mulut kering, mengetuk jari-jari, gagap, berhenti berbicara dan terjadi perubahan suara. Reaksi fisik terhadap kecemasan pada masing-masing individu berbeda (Setyonegoro, 1994).

    Menurut Dadang Hawari (2006), menyebutkan gejala klinis dari cemas antara lain :

    1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung.
    2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
    3. Takut sendiri, takut pada keramaian, dan banyak orang.
    4. Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan
    5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
    6. Keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
  4. Tingkat kecemasan
    1. Ansietas Ringan (Tingkat I)

      Berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan.

    2. Ansietas Sedang (Tingkat II)

      Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

    3. Ansietas Berat (Tingkat III)

      Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

    4. Tingkat Panik

      Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror-terror. Perincian terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Hudak dan Gallo, 1997).

  5. Stressor Pencetus

    Stressor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Sterssor dapat di kelompokkan dalam dua kategori, yaitu:

    1. Ansietas terhadap integritas seorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
    2. Ansietas terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial (Brunner dan suddarth, 1997).
  6. Teknik Mengatasi ansietas

    Teknik kognitif dapat membantu pasien ansietas dan tidak tergantung pada wawasan atau pemahaman yang kompleks dari kondisi psikologi diri sendiri.

    1. Dialog Internal

      Membantu pasien mengembangkan pesan dialog sendiri yang meningkatkan :

      1. Percaya diri
      2. Perasaan pengendalian
      3. Kemampuan untuk mengatasi
      4. Optimisme
      5. Harapan
    2. Dialog Eksternal

      Dengan dialog eksternal kebutuhan pasien untuk berbicara cara akurat tentang dirinya dengan orang lain. Hal ini menurunkan rasa ketidak berdayaan dan ansietas mereka.

    3. Khayalan Mental dan Relaksasi

      Mendorong pasien untuk mengkhayalkan tempat yang indah atau menjadi bagian dari pengalaman yang menyenangkan sehingga dapat membantu pasien menurunkan ketegangan (Abraham dkk, 1997).

  7. Alat ukur kecemasan

    untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan apakah ringan atau berat dengan menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal denga nama Hamilton Rating Scale or Anxiaty (HRS-A) dengan skor ringan jika ≤ 28 dan berat jika ≥ 28.

  8. Mekanisme Koping

    Mekanisme koping adalah suatu bentuk pertahanan yang di gunakan oleh seseorang yang sedang berada pada suatu bentuk kecemasan untuk menghindar atau mengurangi respon yang ditimbulkan oleh kecemasan tersebut. Dimana mekanisme koping setiap orang berbeda-beda. Tipe - tipe tingkah laku seperti mennangis, tertawa, tidur, melakukan kegiatan fisik, merokok dan minum-minum (Brunner dan Suddarth, 1997).


     

  9. Pre Operasi
    1. Pengertian

      Pasien Pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan, takut tentang deformitas dan ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas (Brunner dan Suddarth, 1997).

      Perawatan pre operasi merupakan bagian dari perawat perioperatif yang di mulai dari kapan di putuskan tindakan operasi dibuat dan diakhiri dengan pemindahan klien ke meja ruang operasi. Lingkup kegiatan perawatan pre operasi termasuk dalam menetapkan batas pengkajian klien setting secara klinis atau dalam ruangan, interview preoperatif, menyiapkan klien untuk diberikan anestesi dan pembedahan bagaimanapun kegiatan perawatan dibatasi oleh pengkajian pre operasi dalam ruangan atau selama operasi.

    2. Tujuan Prosedur pembedahan

      Sebagai salah satu bentuk pengobatan dan penatalaksanaan berbagai macam penyakit untuk mempercepat proses penyembuhan (Perry Potter, 2006).

    3. Jenis-jenis operasi

      Menurut derajat kepentingan Perry dan potter (2006), di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

      1. Pembedahan Mayor (pembedahan resiko tinggi )
      2. Pembedahan Minor (pembedahan resiko kecil )
    4. Kecemasan pada pasien pre operasi

      Kecemasan pada pasien pre operasi adalah kecemasan yang di akibatkan sterssor tindakan operasi, obat-obatan dan perawatan tindakan, perawatan menjelang operasi yang dianggap sebagai hal baru, kurangnya dukungan keluarga terhadap pasien pre operasi. Khawatir meninggal di meja operasi dan meninggalkan anak-anak ditinggalkan seandainya ia meninggal saat atau setelah operasi, stressor tersebut merupakan faktor timbulnya kecemasan yang mengakibatkan terancamnya integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunkan kapasitas untuk melakukan hidup sehari-hari (Brunner dan suddarth, 1997).

    5. Persiapan psikologis pasien pre operasi

      Pasien yang akan di operasi biasanya akan mengalami kegelisahan dan rasa takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak tampak jelas, tapi kadang-kadang dapat terlihat dalam bentuk lain. Pasien yang gelisah dan takut biasanya sering bertanya berulang-ulang walaupun pertanyaan tersebut telah dijawab. Pasien biasanya tidak mau bicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi berusaha mengalihkan perhatiannya kepada buku atau sebaliknya ia bergerak terus-menerus dan tidak mau tidur (Kaplan, 1994).

      Pengkajian psikologi pada pasien atau keluarga harus di lakukan supaya hal tersebut tidak menghambat rencana operasi. Salah satu caranya yaitu dengan penyuluhan pada keluarga maupun pasien supaya mereka mengerti apa yang akan terjadi. Penyuluhan tersebut harus melebihi deskripsi tentang berbagai langkah prosedur dan harus mencakup tentang sensasi yang akan di alami. Sebagai contoh, memberitahu pasien hanya medikasi pre operasi yang akan membuatnya rileks sebelum operasi tidaklah selektif bila menyebutkan juga bahwa medikasi tersebut dapat mengakibatkan kepala terasa melayang dan mengantuk. Mengetahui apa yang di perkirakan akan membantu pasien mengantisipasi reaksi-reaksi tersebut dan dengan demikian mencapai tingkat relaksasi yang lebih tinggi daripada yang di perkirakan sebaliknya (Brunner dan suddarth, 1997).


       

  10. Pendidikan
    1. Pengertian

      Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, (Diknas, 2003).

      Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyelenggarakan Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara indonesia.

      1. Jenjang Pendidikan

      Menurut Diknas (2003), menyatakan bahwa jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan menjadi:

      1. Pendidikan Dasar : warga Negara yang berumur 6 atau 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau sederajat selama 9 tahun yaitu SD dan SLTP.
      2. Pendidikan Menengah : pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau sederajat.
      3. Pendidikan Tinggi: satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi dan universitas yang termasuk perguruan tinggi D1, D2, D3, D4, S1, dan S2.
      1. Menurut Ahmadi, (1997) janis pendidikan terbagi atas 3 yaitu :
        1. Pendidikan formal :

          Pendidikan formal merupakan usaha-usaha dalam pendidikan dasar dapat memberikan sumbangan dalam jangka panjang, bukan saja bagi produktivitas, akan tetapi juga bagi tujuan terakhir pembangunan seperti kualitas keluarga dan kehidupan masyarakat, serta memperkuat kemasyarakatan. Sedangkan menurut Diknas (2003), pendidikan formal yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

        2. Pendidikan Non-Formal :

          Pendidikan non-Formal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar dilakukan, tapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tepat, seperti pada pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan non-formal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fisik sekolah maka sasaran pokok adalah anggota-anggota masyarakat. Diknas (2003), menyatakan pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

        3. Pendidikan informal :

          Pendidikan informal yakni pendidikan yang diperoleh seorang berdasarkan pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai akhir hidupnya, di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari. Diknas (2003), menyatakan bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

          Pendidikan dapat mempengaruhi seorang termasuk juga prilaku seseorang akan kepatuhannya, terutama dalam motivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pngetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan hidup sehat (Notoatmojo, 2002).


           

  11. Hubungan pendidikan dengan kecemasan

    Pendidikan merupakan salah satu faktor sosial dari kecemasan pada pasien pre operasi. Pada pasien yang pendidikannya hanya sebatas pendidikan dasar atau tidak pernah sekolah sangat susah dalam pemberian informasi. Setiap perawat yang menjelaskan pengetahuan tentang kesehatan pasien tidak mengerti. Berdasarkan penelitian yang lakukan di Kabupaten Demak menghasilkan informasi bahwa pendidikan masyarakat disana masih relatif rendah, sehingga tenaga kesehatan disana perlu melakukan konseling kepada ibu hamil primigravida sebagai upaya mengantisipasi terjadinya komplikasi dan kecemasan. Hasil penelitian Lesti, (2009). P < 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan pasien dengan tingkat kecemasan.


     

  12. Peran Perawat
    1. Definisi

    Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasisosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).

    Peran Perawat (Ali Zaidin, 2001) meliputi : (a) Pelaksana pelayanan keperawatan, (b)Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi Pendidikan, (c) Pendidik dalam keperawatan, (d)Peneliti dan pengembang keperawatan

    Perawat profesional baik dalam lingkungan perawatan kesehatan institusional maupun komunitas mengemban tiga peran : peran pelaksana, peran kepemimpinan dan peran peneliti. Meski tiap peran memiliki tanggung jawab khusus, peran-peran ini saling berhubungan satu dengan yang lain dan dapat ditemui pada semua posisi keperawatan. Peran ini dirancang untuk memenuhi perawatan kesehatan saat ini dan kebutuhan keperawatan dari konsumen yang merupakan penerima pelayanan keperawatan.

    1. Peran Pelaksana

    Peran pelaksana dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat ketiaka ia mengemban tanggung jawab yang ditujakan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dan kebutuhan keperawatan pasien secara individu, keluarga mereka dan orang terdekat pasien. Peran ini merupakan peran yang dominan dari perawat dalam lingkungan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier dan dalam keperawatan kesehatan rumah dan komunitas. Peran ini merupakan peran yang hanya dapat dicapai melalui proses keperawatan, yang merupakan dasar untuk semua praktik keperawatan.

    1. Peran Kepemimpinan

    Peran Kepemimpinan dari perawat yang secara tradisional dikerap sebagai peran spesialisasi yang diembankannya oleh perawat yang mempunyai gelar yang menunjukkan kepemimpinan dan mereka yang memimpin sekelompok besar perawat atau profesional perawatan kesehatan yang berhubungan.Definisi kepemimpinan keperawatan yang dirumuskan oleh memberi cakupan yang luas pada konsep tersebut dan mengidentifikasi kepemimpinan sebagai peran yang melekat didalam semua posisi keperawatan. Peran kepemimpinan dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh perawat saat ini ia mengemban tanggung jawab untuk mempengaruhi tindakan orang lain yang ditujukan untuk menentukan dan mencapai tujuan.

    1. Peran Peneliti

    Peran peneliti dari perawat pada mulanya dianggap hanya dilakukan oleh para akademikus, perawat ilmuwan dan mahasiswa keperawatan di tingkat sarjana. Kini, partisipasi dalam proses penelitian dianggap sebagai tanggung jawab dari perawat dalam praktik klinis.

    Tugas utama dari penelitian keperawatan adalah untuk memberikan konstribusi pada dasar ilmiah praktik keperawatan. Kajian dibutuhkan untuk menentukan keefektifan intervensi dan asuhan keperawatan. Melalui upaya penelitian semacam ini, ilmu keperawatan akan berkembang dan rasional yang didasarkan secara ilmiah untuk membuat perubahan dalam praktik keperawatan akan tercipta (Brunner dan Suddarth, 2001).

    Peran Perawat menurut Para Sosiolog

    1. Peran terapeutik : kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit.
    2. Expressive/mother substitute role, yaitu kegiatan yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa aman, diterima dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat. Menurut Johnson dan Martin, peran ini bertujuan untuk menghilangkan ketegangan dalam kelompok pelayanan (dokter, perawat, pasien, dan lain-lain)

    Menurut konsorsium ilmu kesehatan (1989) dalam Ali Haidin (2001) peran perawat terdiri dari :

    1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan

      Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

    2. Sebagai advokat klien

      Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluaga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.

    3. Sebagai edukator

      Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

    4. Sebagai koordinator

      Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

    5. Sebagai kolaborator

      Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.

    6. Sebagai konsultan

      Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan

    7. Sebagai pembaharu

      Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.


       

  13. Fungsi Perawat

    Fungsi adalah pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya. Tujuh Fungsi Perawat Kozier Barbara, (2002) yaitu, (1) Melaksanakan instruksi dokter (fungsi dependen), (2) Observasi gejala dan respons pasien yang berhubungan dengan penyakit dan penyebabnya, (3) Memantau pasien, menyusun, dan memperbaiki rencana keperawatan secara terus menerus berdasarkan pada kondisi dan kemampuan pasien, (4) Supervisi semua pihak yang ikut terlibat dalam perawatan pasien, (5) Mencatat dan melaporkan keadaan pasien, (6) Melaksanakan prosedur dan teknik keperawatan, (7) Memberikan pengarahan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental.


     

  14. Hubungan peran perawat dengan kecemasan

    Orang yang sakit sangat memerlukan seseorang yang bisa mengobati penyakitnya tersebut dan orang sehat memerlukan seseorang yang bisa mengarahkan agar bisa mencegah dan terhindar dari berbagai penyakit. Seseorang tersebut ialah perawat yang mempunyai banyak peran untuk melaksanakan praktek keperawatan.

    Secara unum perawat mempunyai peran terapeutik yaitu kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Karena masih kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya, sehingga kekambuhan sering terjadi dan bahkan bertambah parah. Begitu pula dengan Pembedahan.

    Proses pembedahan sering menimbulkan stress psikologi yang tinggi. Klien merasa cemas tentang pembedahan. Klien merasa kurang dapat mengontrol situasi mereka sendiri untuk memahami dampak pembedahan pada kesehatan emosional klien tersebut, Perawat harus dapat mengkaji perasaan klien tentang pembedahan, konsep diri, citra diri, sumber koping klien serta asuhan keperawatan yang terbaik (Perry Potter, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Makmur et. al (2007) dan penelitian rumah Sakit Ortopedi Prof Dr. R. Soerharto tahun 2008, terdapat 37,5% yang mengalami kecemasan ringan. Dan hasil penelitian yang dilakukan Elika tahun 2009, dengan nilai p < 0.05 yang mengalami kecemasan ringan sehingga dapat disimpulkan ada hubungan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.


     

  15. Hipotesa peneliti
    1. Ada hubungan antara pendidikan pasien dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu Tahun 2010.
    2. Ada hubungan antara peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu Tahun 2010.


     


 


 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

  1. Desain penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana variabel independen dan variabel dependen di kumpulkan pada saat bersamaan (Notoadmodjo, 2010).



Bagan 3.1 Desain Penelitian

B. Variabel Penelitian

Sesuai dengan desain penelitian di atas, maka Variabel Penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :


 


Variabel Independen
Variabel Dependen


Bagan 3.2 Variabel Penelitian

C. Definisi Operasional

Variabel 

Definisi Operasional 

Alat Ukur 

Cara ukur 

Hasil Ukur 

Skala Ukur 

Tingkat kecemasan

(Dependen)

Suatu kondisi yang menyangkut kekhawatiran seseorang pada masalah yang terjadi.

Kuisioner

(14 komponen pertanyaan HRS-A)

Wawancara

dan observasi 

0=Cemas

Berat jika,

≥ 28


 

1= Tidak Berat jika, < 28 

Ordinal 

Pendidikan

(Independen) 

Pendidikan Formal yang ditempuh pasien

Kuisioner

(1 pertanyaan ) 

Dengan cara mengisi kuisioner 

0=Rendah ≤ SMA


 

1= Tinggi >SMA

Ordinal 

Peran Perawat

(Independent) 

Tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam proses penyembuhan.

Kuisioner

(15 pertanyaan)

Dengan cara mengisi kuisioner 

0= kurang baik jika skor ≤ 75%


 

1= baik, jika skor ≥ 75% 

Ordinal 


 

  1. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah Keseluruhan dari objek penelitian yang di teliti. (Noto atmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah kelompok pasien pre operasi yang ingin menjalankan operasi di ruang Seruni dari bulan januari sampai bulan desember tahun 2010, berdasarkan data jumlah pasien pada tahun 2009 adalah 1.786 orang.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmojo, 2010). Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik Simple
Random sampling

n = Z²1-α/2.P(1-P)

        

= (1,96)².0,175. 0,825


 

=3,84. 0,175. 0,825


 

= 55 responden (Aziz Alimul, 2008)

Keterangan :

n     = Sampel

Z(1-α/2) = Nilai Z pada derajat kemaknaan (α 5%=1,96)

P = Proporsi suatu kasus yaitu proporsi kecemasan 0,175 =17,5%

D     = Derajat akurasi (presisi) yang diinginkan 0,1.

Jumlah sampel yang didapat adalah 55 responden.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

  1. Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan di Ruang Seruni RSUD. M.Yunus Bengkulu pada bulan Desember 2010

  2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai dengan februari 2010.


     

E. Pengumpulan, Pengolahan Dan Analisa Data

1. Pengumpulan data

Data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang didapat langsung dari responden yaitu pasien dalam perawatan pre operasi di Ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu dengan cara wawancara dan observasi dengan skala HARS, dengan penilaian tidak berat jika skor < 28 dan berat jika skor ≥ 28. untuk mengukur tingkat kecemasan, kuisioner pendidikan dan kuisioner peran perawat dengan skala selalu (SL), sering (SR), kadang (KD), jarang (JR), tidak pernah (TP). yang nantinya akan diisi oleh responden dan dibantu oleh satu orang perawat yang bertugas di ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu yang sudah diberi penjelasan tentang pengisian kuisoner. Sedangkan data Sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung dari responden, tetapi didapat dengan metode pencarian data rumah sakit dalam bentuk Rekam Medik misalnya: nama, umur, pekerjaan, alamat, jumlah pasien yang melakukan operasi, tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar rumah sakit dan lain-lain.


 

F. Pengolahan Data    

Data yang telah diperoleh atau terkumpul diolah dan dianalisis dengan program komputer melalui beberapa tahapan, yaitu :

  1. Editing

    Editing data adalah meneliti kembali apakah isian pada kuisioner yang dilakukan responden sudah cukup dan benar sesuai dengan petunjuk yang ada. Editing dilakukan langsung pada saat responden mengembalikan kuesioner yang sudah diisi dengan harapan apabila ada kekurangan data atau kesalahan dalam pengisian dapat segera diperbaiki.

    1. Coding (Pengkodean)

      Jawaban-jawaban atau hasil yang ada kemudian di klasifikasikan dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode..

  2. Entry Data (Pemasukan Data)

    Data yang telah ada dicoding
    dan hasil scoring kemudian diolah kedalam komputer dengan menggunakan program SPSS For Window.

  3. Cleaning (Pembersihan Data)

    Sebelum melakukan analisa data dengan dilakukan pengecekan kembali terhadap data yang sudah masuk apakah data yang dimasukkan sudah benar dan tidak ada lagi kesalahan. Selanjutnya dilakukan transformasi data untuk menggambarkan variabel bebas dan variabel terikat. Kemudian dilakukan scoring terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan masing-masing variabel dan diteruskan dengan pengujian kebenaran data dengan menggunakan uji Chi-Square dengan signifikan α = 5 %.


     

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian baik independent maupun dependent. .

Rumus yang digunakan, yaitu :

    Keterangan :

    P    = Persentase yang ingin dicapai

    F     = Jawaban dalam setiap kategori    

    N = Jumlah seluruh responden

    (Budiarto, 2001)

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas (pendidikan pasien dan peran perawat) dengan variabel terikat (kecemasan pada pasien pre operasi). Untuk melihat hubungan antara dua variabel kategorik maka digunakan Uji X² (Chi-Square)

Ha diterima jika nilai p ≤ 0,05

Ha ditolak jika nilai p > 0,05

(Budiarto, 2001)

DAFTAR PUSTAKA


 

Aditama.Y. (2003). Manajemen Administrasi Rumah sakit. Universitas Indonesia: Jakarta


 

Ahmadi.A. (1997). Definisi Pendidikan. http://www.google.com. (Diakses tanggal 26 oktober 2010)


 

Ali, Z.2001. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Widya Medika: Jakarta


 

Alimul A. (2008). Metode Penelitian keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika: Jakarta


 

Brunner,Sudarth (1997).
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta

Carbonel (2002). http://etd.eprints.ums.ac.id.


 

Hawari D. (2006). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Penerbit Gaya Baru:

Jakarta

Ibrahim (2006). http://etd.eprints.ums.ac.id.


 

Kozier, dkk. (2002). Praktek Keperawatan Profesional : Konsep dan Perspektif,

Edisi 4: Jakarta

Makmur, (2007). http://etd.eprints.ums.ac.id.


 

Medical Record. (2009). Laporan Tahunan RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu. Bengkulu


 

Notoatmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta: Jakarta


 

Nursalam (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta


 

Oswari E. (2005). Bedah Dan Perawatannya. EGC : Jakarta


 

Patricia,Potter dkk. (2006). Fundamental Keperawatan.Volume 2. EGC : Jakarta


 

Sabiston (1995). Buku Ajar Bedah..Volume I. EGC : Jakarta


 

Sani A. (2007). Takut mati Cemas, Was-was dan Khawatir (Ansietas). CV Ref Grafika: Jakarta


 

Setiadi (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu: Yogyakarta

Sundari S. (2005). Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. PT.Rineka Cipta: Jakarta


 

Widodo, (1999). http://etd.eprints.ums.ac.id.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar