MAKALAH SEMINAR
"ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN POST OP BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) DI RUANGAN ICU RSUD M.YUNUS BENGKULU "
Disusun oleh :
Kelompok VI A dan B:
- Febri ikram
- Feryn yulnico .m
- Hanggi chandra
- Jeni fitriani
- Kartika bunga melati
- Movi tamjiner
- Muktar eko putra
- Novranda eka putra
- Reti dwika putri
10.Risma ningsih
DINAS KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PROPINSI BENGKULU
2011/2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
- 1 Latar Belakang 1
- 2 Ruang Lingkup 2
- 3 Tujuan Penulisan 2
- 4 Metode Penulisan 3
- 5 Sistemik Penulisan 3
BAB II TINJAUAN TEORIRIS
- Konsep Dasar BPH
2.1. 1 Pengertian BPH 4
- 2 Anatomi Fisiologi Perkemihan 5
- 3 Etiologi 6
- 4 Derajat BPH 7
- 5 Patofisiologi 8
- 6 Gejala klinis 9
- 7 Pemeriksaan penunjang 10
- 8 Penatalaksanaan 10
2.2 Konsep Askep
2.2.1 Pengkajiaan 12
2.2.2 Diangnosa 16
2.2.3 Intervensi 17
2.2.4 Implementasi 24
2.2.5 Evaluasi 25
BAB III Asuhan Keperawatan POST OP BPH
Asuhan Keperawatanpada Tn.S Umur 60 Tahun Dengan Post Operasi Benigne Prostat Hyperplasia Di Ruang Icu Rsud M.Yunus 26
BAB IV PEMBAHASAN
4. 1 Pengkajian 42
4. 2 Diangnosa 43
4. 3 Intervensi 43
4. 4 Implementasi 44
4. 5 Evaluasi 44
BAB V PENUTUP
5. 1 kesimpulan 45
5. 2 Saran 46
LEMBAR KONSUL
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- 1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu dan teknologi di segala bidang dalam kehidupan ini membawa dampak yang sangat signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup, status kesehatan, umur harapan hidup dan bertambahnya usia lanjut yang melebihi perkiraan statistik. Kondisi tersebut akan merubah komposisi dari kasus-kasus penyakit infeksi yang tadinya menempati urutan pertama sekarang bergeser pada penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik yang menempati urutan pertama. Kasus degeneratif yang diderita oleh kaum pria yang menempati urutan tersering adalah kasus Benigna Prostat Hipertrofi (BPH) karena kasus ini menyebabkan tidak lancarnya saluran perkemihan (Smeltser, 2002)
Benigna Prostate Hipertropi adalah pembesaran granula dan organ seluler kelenjar prostate yang berhubungan dengan proses perubahan endokrin berkenaan dengan proses perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Tucker, 1998). Kelenjar prostate melingkari kandung dan uretra sehingga hipertropi prostate sering kali menghalangi pengosongan kandung kemih (Tucker, 1998) Kejadian BPH pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50 %, pada usia 80 tahun angka kejadiannya adalah 60 %. Tidak lancarnya dalam pengeluaran urin, kencing terasa panas, kencing menetes dan lama-lama bisa menyebabkan tidak bisa kencing (Anuria). Tentu hal ini akan menimbulkan kecemasan kepada kaum pria (Syamsuhidayat, 1998). Hal ini dipengaruhi karena kebiasaan para pria mengangkat beban berat dalam rentang waktu lama, faktor penuaan dan faktor hormonal (Harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/07askep-hipertrofi-prostat).Menurut pengamatan peneliti selama praktek di Rumah Sakit Umum RSUD M Yunus, di ruang ICU dari 3 orang pasien penderita BPH rata-rata berusia diatas 60 tahun.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil masalah ini sebagai laporan kasus yang berjudul " ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.S DENGAN PENYAKIT POST OP BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI DI RUANGAN ICU RSUD M.YUNUS BENGKULU " dari tanggal 23 November 2010 sampai dengan 25 November 2010. .
- 2 Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini tim penulis akan membahas konsep dasar BPH dan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis POST OP BPH dalam 3 hari perawatan di ruang ICU RSUD M.Yunus Bengkulu dari tanggal 23 November 2010 sampai 25 November 2010.
- 3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus :
- Tujuan umum :
Memperoleh informasi tentang penyakit BPH dan asuhan keperawatannya.
- Tujuan khusus
- Mampu menjelaskan konsep dasar teori Asuhan Keperawatan dengan diagnosa POST OPERASIBPH
- Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa POST OPERASI BPH
- Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa POST OPERASI BPH
- Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa POST OPERASI BPH
- Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada klien dengan diagnosa POST OPERASI BPH
- Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan diagnosa POST OPERASI BPH
- Mampu menyimpulkan dan membandingkan antara hasil pelaksanaan asuhan keperawatan dengan teori pada klien dengan diagnosa POST OPERASI BPH
- 4 Metode Penelitian
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
- 5 Sistemik Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dalam lima Bab yang meliputi :
Bab I Pendahuluan berisikan tentang latar belakang, ruang lingkup, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teoritis yang terdiri dari dua bahasan yaitu konsep dasar teoritistentang definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,.Kedua yaitu konsep dasar asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Bab III Tinjauan kasus dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, inervensi, implementasi dan evaluasi.
Bab IV Pembahasan berisi tentang pembahasan antara kesenjangan teori dan fakta.
Bab V terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
- 1 Konsep Dasar BPH
- 1 Pengartian
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat secara umum pada pria lebih dari 50 tahun, menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urin (Arrayan, 2008)
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical.
- 2 Anatomi Fisiologi Perkemihan
Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Perkemihan
Sumber : Penuntun Pratikum Laboratorium Mandiri
Anatomi Fisiologi 2008
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul.Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
- Jaringan Kelenjar 50 - 70 %
- JaringanStroma (penyangga)
- Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah Peradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
- 3 Etiologi
Hingga sekarang belum di ketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab BPH adalah :
- Teori dihidrotesteron
- Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
- Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
- Berkurangnya kematian sel (apoptosisi)
- Teori stem sel, selalu dibentuk sel baru untuk menggantikan sel yang mengalami apotosis.
2.1. 4 Derajat BPH
Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
- Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
- Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
- Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
- Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.(Djamaluddin,1994)
2.1. 5 Patofisiologis
2.1. 6 Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
- Gejala Obstruktif yaitu :
- Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
- Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
- Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
- Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
- Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
- Gejala Iritasi yaitu :
- Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
- Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
- Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
2.1. 7 Pemeriksaan Penunjang
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
2.1. 8 Penatalaksanaan
Tindakan Konservatif yang dilakukan :
- Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar akibat efek pemberian antibiotik.
- Memperkuat tonus otot detrusor dengan merendam daerah perineal, gluetal, inguinal denagn air hangat yang mengandung anti septik
- Anjurkan pasien untuk mengurangi intake protein, alkohol, hawa dingin, karena akan mengakibatkan hiperemia prostat.
Tindakan Pembedahan :
- Pembedahan Terbuka /prostatektomi :
- Prostatektomi suprapubic transvesikularis, pengangkatan kelenjar prostat dengan jalan membuka vesuka urinaria dan prostat dinukleasi dari dalam.
- Prostatektomi retropubic, pengangkatan kelenjar prostat dengan jalan membuka dinding perut bagian bawah tanpa membuka kandung kemih.
- Prostatektomi perinialis yaitu mengangkat kelenjar prostat dengan jalan membuka perinium
- Asuhan Keperawatan Pada Klien BPH
2.2 1 Pengkajian
Biasanya klien yang mengalami BPH adalah klien yang berumur diatas 60 tahun, dan klien yang bekerja berat.
- Keluhan utama
Biasanya pasien yang mengalami BPH mempunyai keluhan frekuensi dan inkontensia urine dan nyeri pada bagian simpisis pubis.
- Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien akan mengeluhperasaan tidak bisa mengosongkan vesika urinaria,frekuensi urinaria setiap hari,berkemih pada malam hari,sering berkemih,menurunnya pancaran urine.
2.Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya gejala yang timbul pada klien BPH salah satunya adalah
Uritritis.
- Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada masalah genetik pada BPH.
- Pemeriksaan fisik
Sirkulasi
Tanda :peninggian tekanan darah(efek pembesaran ginjal)
Eliminasi
Gejala:
- penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine: tetesan
- Keragu-raguan pada berkemih awal
- Ketidak mampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap
- Nokturia,disuria,hematoria
- ISK berulang ,riwayat batu(statis urinaria)
- Konstipasi(protrusi prostat kedalam rektum)
Tanda :
- Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih),nyeri tekan kandung kemih
- Hernia inguinalis:hemoroid(mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan
Makanan \ cairan :
Gejala : anoreksia:mual muntah,penurunan berat badan
Nyeri/kenyamanan :
Gejala : nyeri supra pubis,panggul/punggung : tajam,kuat(pada prostatitis akut),nyeri punggung bawah
Keamanan :
Gejala: demam
Seksualitas :
Gejala:
- masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual
- takut inkontinensia/menetes selam hunbunga intim
- penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
tanda :
- pembesaran ,nyeri tekan prostat
- Riwayat psikososial
Klien dan keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses keperawatan
- Pemeriksaan penunjang
1.LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
- Penatalaksanaan
Tindakan Konservatif yang dilakukan :
- Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar akibat efek pemberian antibiotik.
- Memperkuat tonus otot detrusor dengan merendam daerah perineal, gluetal, inguinal denagn air hangat yang mengandung anti septik
- Anjurkan pasien untuk mengurangi intake protein, alkohol, hawa dingin, karena akan mengakibatkan hiperemia prostat.
Tindakan Pembedahan :
- Pembedahan Terbuka /prostatektomi :
- Prostatektomi suprapubic transvesikularis, pengangkatan kelenjar prostat dengan jalan membuka vesuka urinaria dan prostat dinukleasi dari dalam.
- Prostatektomi retropubic, pengangkatan kelenjar prostat dengan jalan membuka dinding perut bagian bawah tanpa membuka kandung kemih.
- Prostatektomi perinialis yaitu mengangkat kelenjar prostat dengan jalan membuka perinium
Tindakan post operasi :
TURP (resekresi prostat trasuretra)
Reseksi kelanjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic. Yang dimasksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saar operasi. Cairan yang serring dipakai adalah H2O steril (aquades).
Elektrovaporasi prostat
Cara elektrovaporasi prostat adlah sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatrmi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Tekhnik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.
2.2 2 Diagnosa post operasi
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Diagnosa pre operasi
- Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
- Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
- Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
- Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
- Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
- Intervensi
Pre operasi
- Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
- Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
- Rencana tindakan dan rasional
- Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
- Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
- Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
- Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
- Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan
- Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
- Tujuan
Nyeri hilang / terkontrol.
- Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
- Rencana tindakan dan rasional
- Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).
- Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.
c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan spasme
c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
- Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
- Kriteria hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.
- Rencana tindakan dan rasional
- Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
- Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
- Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
- Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
- Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,
- Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
- Tujuan
Pasien tampak rileks.
- Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
- Rencana tindakan dan rasional
- Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
- Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
- Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah
- Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
- Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
- Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Rencana tindakan dan rasional
- Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
R : untuk mengetahui tingkatan nyeri yang dialami klien.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
R: mengetahui keadaan klien pada saat itu.
c. Berikompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
R : kompres hangat dapat mengurangi rasa nyeri.
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
R : agar tidak terjadi tingginya resiko luka pada bekas operasi.
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutik. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
R : untuk mengurangi rasa nyeri dan mengurangi peningkatan resiko terjadinya infeksi.
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus denganteknik steril
R : agar tidak terjadi pembekuan darah pada bekas luka operasi.
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
R : agar cairan urin dapat berjalan dengan lancar.
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
R : agar tidak terjadi syok yang berlebihan
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
R : mengurangi resiko terjadinya nyeri.
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
R : untuk mengetahui apakah masih terjadi perdarahan pada daerah operasi atau tidak.
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih.Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
R : untuk mengetahui jumlah inteke dan output cairan dalam tubuh klien.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
R : Untuk mengetahui masalah klien
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
R : untuk meningkatan hubungan saling percaya kepada klien.
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual
R : Untuk mengetahui masalah klien
d. Libatkan keluarga/istri dalam perawatan pemecahan masalah fungsi seksual
R : agar keluarga tahu bagai mana cara untuk memecahkan masalah kepada klien.
e. Beri penjelasan penting tentang: Impoten terjadi pada prosedur radikal
R : agar klien tahu tanda dan gejala impoten.
h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
R : Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
R : untuk mengurangi gumpalan yang dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanyasumbatan, kebocoran).
R : agar tidak terjadi resiko infeksi pada saluran kemih
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainase
R : untuk mengurangi terjadinya infeksi.
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
R : agar tidak terjadi infeksi pada luka yang dialami klien.
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)
R : untuk mengetahui gejala – gejala yang akan timbul setelah operasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
R : untuk mengetahui apa yang sedang dialami klien saat ini.
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
o Perawatan di rumah
R : agar klien dapat melakukan perawatan pada dirinya sendiri
2.2 4 Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana yang meliputi tindakan yang direncanakanoleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan – ketentuan rumah sakit ( Depkes RI, 1982)
Jadi setelah rencana tindakan keperawatan tersusun, selanjutnya rencana tindakan tersebut di terapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
2.2 5 Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan umpan balik bagi proses keperawatan di mana perawat mencari kepastian keberhasilan rencana dan proses.
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan mekanisme umpan balik untuk menilai efektif atau tidaknya proses keperawatan yang telah di lakukan, dengan membandingkan hasil asuhan keperawatan yang telah di berikan pada klien.
Evaluasi dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi formatif dan sumatif.Evaluasi formatif adalah evaluasi yang di dapat setelah tindakan dilakukan (respon pasien), evaluasi sumatif adalah evalusi yang didapat setelah semua tindakan telah selesai dilakukan (catatan perkembangan).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S Umur 60 Tahun
Dengan POST OPERASI BENIGNE PROSTAT HYPERPLASIA
Di RUANG ICU RSUD M.YUNUS
Tgl masuk : 20 - 11 -2010
Tgl pengkajian : 23 – 11 -2010
No. RM : 24 33 90
Ruangan : ICU
Dx. Medis : POST OP BPH
- Pengkajian
- Identitas klien
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pasar Tais Seluma
Penanggung jawab.:
Nama : Ny. A
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hub. Dengan klien : Istri
- Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama
Klien mengeluh susah buang air kecil (BAK)
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk ke rumah sakit M.Yunus Bengkulu, pada tanggal 20 – 11 – 2010Dengan keluhan susah BAK. Pada saat di lakukan pengkajian pada tanggal 23 - 11 – 2010 Klien telah di lakukan operasi tampak lemah terbaring di tempat tidur, tampak gelisah, dengan nilai GCS (E = 4, V = 5, M = 6). Klien mengatakan nyeri pada bagian suprapubis dengan skala nyeri 3, seperti tertusuk – tusuk, klien mengatakan nyeri sedikit berkurang, bila posisi tubuh nya terlentang, klien terpasang kateter, terpasang infus pada tangan sebelah kiri dengan RL %20 tetes /menit, terpasang alat monitor.
TTV : TD : 150/80 mmHg RR : 21 x/i
N : 84 x/I S : 36,9oC
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan sudah mengalami susah BAK lebih kurang 2 minggu sebelum dilakukan operasi. Klien mengatakan pada saat ia ingin BAK lama dan kencing yang dikeluar kan sedikit – sedikit, serta terasa perih. Klien mengatakan dulu ia pernah merokok selama +/- 20 tahun. Namun, semenjak sakit klien berhenti merokok. sebelum di operasi klien di rawat di ruangan seruni. Serta klien memiliki riwayat hipertensi
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan anggota keluarganyatidak ada yang mengalami penyakit seperti klien pada saat ini ataupun penyakit menular lain nya
- Kebiasaan Sehari – hari
No. | Kebiasaan Sehari – hari | Dirumah | Dirumah sakit |
1.
2.
3.
4.
5. | Nutrisi :
Eliminasi :
Istirahat tidur : Kebiasaan tidur Gangguan tidur Memakai selimut + bantal
Personal hygiene Mandi Cuci rambut Aktifitas |
2 – 3 x /hari Nasi, lauk pauk, sayuran 8 – 9 gelas/hari Air putih
1 x/hari Kuning Lembek Khas
2 – 3 x/hari Kuning kemerahan Khas 50 – 100 cc/hari
6 – 7 jam/hari - Ya
2 x/hari 2 x/minggu Klien dapat beraktifitas secara mandiri |
3 x /hari Makanan cair
3 x/hari (150 cc) Air putih
1 x/hari Kuning Lembek Khas
Terpasang kateter Kuning kemerahan Sedikit amis Tidak terukur
4 – 5 jam/hari Ya Selimut (ya), bantal (tidak) Di lap - Klien hanya melakukan aktifitas hanya di tempat tidur dan di bantu oleh keluarga atau perawat |
- Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : compos mentis
- TTV : TD : 150/80 mmHg P : 21 x/menit
N : 84 x/menit S : 36,9 oC
- Kepala
Inspeksi : distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Mata
Inspeksi : anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada pengeluaran
Palpasi : tidak ada lesi dan pembengkakan
- Mulut
Inspeksi : bentuk simetris, sianosis ( - ), kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Leher
Inspeksi : bentuk simetris, pembengkakan vena jugularis ( - )
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Toraks
Inspeksi : bentuk simetris tidak ada lesi warna sama dengan sekitarnya
Palpasi : Pergerakan dinding dada sama
Perkusi : Bunyi paru resonan
Alkultasi : Bunyi paru vesikuler
- Abdomen
Inspeksi : ada penonjolan pada daerah supra pubik terpasang selang drainase di sebalah kanan abdomen
Akultasi : bising usus 16x/ menit,
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Perkusi : tympani
- Genetalia
Inspeksi : terpasang kateter spool blase
Palpasi : adanya nyeri tekan
- Ekstremitas
Atas
Inspeksi : simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang Infus RL 20 tts/m
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Bawah
Inspeksi : simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Data psikologi
Klien dan keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses keperawatan
- Data sosial
Hubunga keluarga dan klien baek, terlihat dari istri dan anak – anak klien, yang selalu menunggu klien.
- Data spiritual
Klien beragama islam, klien dan keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan klien.
- Pemeriksaan Penunjang
Laboratoriun
Hb : 15,3 mg/dl (>13,4 mg/dl)
Leukosit : 10.000 (4000-10.000)
BSN : 98 mg/dl (< 140 mg/dl)
2 jam pp : 200
BUN : 21 mg/dl (10 – 20)
Serum Creatinin : 0,7 mg/dl (0,6 – 1,3)
Kalium : 4 mmol/l (3,5 – 5,2 mmol/l)
Natrium : 140 mmol/l (135 – 146 mmol/l)
Albumin : 3,4 gr/dl (3,2 – 3,5 gr/dl)
SGOT : 21 U/L
SGPT : 12 U/L
Bilirubin Direk : 0,14
Bilirubin Total : 0,32
- Terapi
- Cefotaxime 2 x 1 (1gr)
- Transamin 2 x 1 ampul (IV)
- Remopain 2 x 1 ampul (Drip)
Analisa data
Nama : Tn.S No.Rm : 24 33 90
Umur : 60 Th Ruangan : ICU
NO | Data Senjang | Interprestasi data | Masalah |
1
2
3 | DS : klien mengatakan nyeri pada bagian yang dioperasi DO : klien tampak meringis
DS : klien mengatakan susah tidur DO : klien tampak gelisah
DS : klien mengatakan susah bergerak di tempat tidur DO : klien tampak lemah
| Prostatektomi
Insisis luka
Peradangan
Serotanin
Tachikardi
Merangsang neuroeseptor
Kompensasi
Hipotalamus
Nyeri
Nyeri
RAS
Terjaga
Gangguan istirahat tidur
Prostatektomi
Pemasangan kateterisasi
Kesulitan untuk bergerak
Gangguan aktivitas
| Nyeri akut
Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
Gangguan Aktivitas |
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn.S No.Rm : 24 33 90
Umur : 60 Th Ruangan : ICU
NO | Diagnosa keperawatan | Tgl ditemukan | Paraf | Tgl teratasi | Paraf |
1
2
3 | Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan (prostatektomi)dan kateterisasi
Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri
Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh | 23 – 11 – 2010
23 – 11 – 2010
23 – 11 – 2010 |
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn.S No.Rm : 24 33 90
Umur : 60 Th Ruangan : ICU
NO | Tujuan dan kriteria hasil | Intervensi | Rasional |
1
2.
3. | Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam gangguan rasa nyaman : nyeri dapat berkurang / hilang dengan kriteria :
Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam gangguan pemenuhan istirahat tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil : - pasien dapat istirahat dengan tenang - pasien tidak gelisah lagi - tidur 7-8 jam / hari.
Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil : - klien tidak lemah lagi - adanya peningkatan toleransi terhadap aktivitas | 1.Kaji lokasi, intensitas nyeri 2. Lakukan teknik relaksasi dan distraksi
3.Pertahankan patensi dan sistem kateterisasi
4.Berikan informasi yang akurat tentang kateter, drainase dan spasme kandung kemih.
4.Lakukan perawatan luka post operasi prostatektomi.
1.Lakukan pengkajian gangguan tidur pasien
2.Bantu klien mencari posisi yang nyaman di tempat tidur. 3.Berikan lingkungan yang aman dan nyaman 4.Kolaborasi pemberian obat analgetik dan antibiotik
1.Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas.
2.Berikan nutrisi yang adekuat. 3.Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. 4.Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
5. lakukan rom pasif | 1.Untuk mengetahui keadaan nyeri 2. untuk mengurangi rasa nyeri dan mengalihkan rasa nyeri 3.Menurunkan resiko distensi / spasme kandung kemih. 3.Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan kemukosa kandung kemih 4.Mencegah terjadinya infeksi dan mempercepat proses penyembuhan 1.Mengetahui penyebab gangguan tidur 2.memberikan kenyamanan saat tidur
3.Meningkatkan kualitas tidur 4.untuk mengurangi nyeri dan mencegah infeksi pada luka post operasi 1.Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. 2.Untuk mendapatkan energi yang cukup 3.Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung.
4.Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktifitas. 5. menghindari kekakuan otot dah hipertropi |
- Tindakan Keperawatan
PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. S Ruangan : ICU
Umur : 63 Tahun No. MR : 49009
NO DX | Tanggal dan Waktu | Implementasi | Respon hasil | Paraf |
1
| 23 – 11- 08.00 Wib |
|
Q : nyeri tajam, kuat R : bagian suprapubis S : skala nyeri 4 T : waktu m'gerakan tubuh | |
2 |
|
| ||
3 | 24-11-2010 09.00 Wib |
|
| |
2
|
|
|
| |
1 |
|
| ||
2
|
|
| ||
3 |
|
| ||
1 | 25-11-10 |
|
| |
2 |
|
| ||
1 |
|
| ||
|
| |||
3 |
|
| ||
1 | 26-11-10 |
|
| |
3 |
|
| ||
1 |
|
| ||
2 |
|
| ||
3 |
|
|
- Evaluasi Keperawatan
EVALUASI SUMATIF
Nama : Tn. S Ruangan : ICU
Umur : 63 Tahun No. MR : 490057
No DX | Hari dan Tanggal | Catatan Perkembangan | Paraf |
1 | 26 -11- 2010 | S : klian mengatakan masih merasa nyeri O : skala nyeri 3 A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi | |
2 | 26- 11 2010 | S : kllien mengatakan tidurnya sudah nyaman Klien mengatakan sudah banyak istirahat O : klien tidak gelisah lagi Klien masih tampak lemah A : Masalah teratasi sebagian P : - Intervensi tetap dilanjutkan
| |
3 | S : klien mengatakan hanya bisa bergerak ditempat tidur O : klien masih tampak lemah Aktivitas klien masih dibantu oleh keluarga dan perawat A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi |
BAB IV
PEMBAHASAN
Selama memberikan asuhan keperawatan tim penulis menemukan beberapa kesenjangan antara konsep teoritis dan kasus yang ditemukan. Dalam bab ini tim penulis akan membahasnya sesuai dengan asuhan keperawatan yang sudah diterapkan meliputi pengkajian, diagnosa, inervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk melakukan suatu keperawatan yang berguna untuk mengumpulkan data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan klien sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang akan di lakukan. Dalam pengumpulan data tim penulis menggunakan metode wawancara atau Tanya jawab dengan keluarga pasien danklien serta observasi dengan menggunakan pemeriksaan fisik dan menggunakan studi dokumentasi pada status pasien.
Selama melakukan pengkajian tim penulis tidak banyak menemui kesulitan, hal ini berkaitan dengan kerjasama dan partisipasi dari pasien dan keluarga dalam memberikan informasi yang diperlukan, berkaitan dengan penyakit yang di derita pasien. Pada pemerikasaan fisik, tim penulis menemukan beberapa gejala khas yang sesuai dengan teoritis yaitu : nyeri pada bagian post operasi pada bagian abdomen dan rasa tidak nyaman pada daerah pemasangan kateter spuleblas.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan pustaka asuhan keperawatan pada kasus BPH tim penulis mendapat hasil diagnosa keperawatan yaitu :
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Sedangkan diagnosa yang di dapat pada kasus ada 3 diagnosa yaitu :
- Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan (prostatektomi)dan kateterisasi
- Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh
4.3 Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kriterianya, maka tim penulis membuat rencana berdasarkan acuan pada tinjauan teoritis yang ada pada tinjauan pustaka, rencana tindakan di buat selam 3 hari perawatan. Dari 3 diagnosa ini intervensi dapat diterapkan pada kasus karena berkat kerjasama yang baik antara perawat, keluarga, dan klien. Dalam menyusun tindakan yang akan di lakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang di temukan sehingga mendapatkan tujuan yang di inginkan.
4.5 Implementasi Keperawatan
Tahap ini adalah tahap untuk melakukan tindakan – tindakan yang telah di rencanakan sebelumnya.Semua tindakn bisa dilakukan. Tetapi tim penulis tidak dapat memberikan perawatan dalam 24 jam karena adanya pergantian dinas yang telah diatur.
4.6 Evaluasi Keperawatan
Selama perawatan yang dilakukan selama 3 hari, dari 3 diagnosa yang ditegakkan tidak ada yang teratasi karena pasien masih mengeluhkan nyeri yang di deritanya dan masih kurang nafsu makan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien Tn.S dengan diagnose BPH selama 3 hari perawatan di Ruang Melati RSUD M.Yunus Bengkulu dapat di ambil kesimpulan :
- Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat secara umum pada pria lebih dari 50 tahun, menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urin
- Selama 3 hari perawatan di Rumah Sakit, pada Tn.S ditemukan Diagnosa :
- Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan (prostatektomi)dan kateterisasi
- Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh
- Intervensi dibuat sesuai dengan masalah keperawatan dengan memperlihatkan kondisi klien serta ketersediaan sarana dan prasarana di ruangan termasuk kemampuan perawat dalam melaksanakannya.
- Implementasi dilaksanakan sesuai dengan Intervensi Keperawatan.Tindakan – tindakan keperawatan dapat di laksanakan dengan baik berkat adanya kerjasama keperawatan, keluarga, dan tim kesehatan lainnya.
- Selama perawatan yang dilakukan selama 3 hari, dari 3 diagnosa yang ditegakkan tidak ada yang teratasi karena pasien masih mengeluhkan nyeri yang di deritanya.
5.2 Saran
1. Bagi mahasiswa / mahasiswi
Agar ada penulis lain yang dapat membuat makalah BPH dengan lebih baik lagi.
- Bagi Instiusi Pendidikan
- Agar dapat melengkapi buku – buku perpustakaan tentang BPH
- Agar dapat meningkatatkan kualitas pengajaran dan proses bimbingan yang berhubungan dengan BPH.
- Bagi Lahan
- Agar dapat membimbing kepada mahasiswa/ mahasiswi yang praktek dengan maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar